Rabu, 05 Oktober 2011

EYD (Ejaan Yang Disempurnakan)


I. PEMAKAIAN HURUF

A.  Huruf Abjad
 Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas 26 huruf.
B. Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, e, i, o,dan u.
C.  Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.
D.  Huruf diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi.
E.  Gabungan Huruf Konsonan
Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan,
yaitu kh, ng, ny, dan sy. Masing-masing melambangkan satu bunyi konsonan.
F.   Pemenggalan Kata
1. Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut.
a.   Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan itu dilakukan di antara kedua huruf vokal itu.
Misalnya:
au-la bukan a-u-la
sau-dara bukan sa-u-da-ra
am-boi bukan am-bo-i
b.   Jika di tengah kata ada huruf konsonan, termasuk gabungan huruf konsonan, di antara dua buah huruf vokal, pemenggalan dilakukan sebelum huruf konsonan.
Misalnya:
ba-pak, ba-rang, su-lit, la-wan, de-ngan, ke-nyang, mu-ta-khir
c.   Jika di tengah ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu. gabungan huruf konsonan tidak pernah diceraikan.
Misalnya:
man-di, som-bong, swas-ta, ca-plok Ap-ril, bang-sa, makh-luk

d.   Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua.
Misalnya:
in-stru-men, ul-tra, in-fra, bang-krut, ben-trok ikh-las
  1. Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan,
Termasuk awalan yang mengalami perubahan  bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, dapat dipenggal pada pergantian baris.
Misalnya:
makan-an, me-rasa-kan, mem-bantu, pergi-lah
  1. Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu dapat bergabung dengan unsur lain,
Pemenggalan dapat dilakukan (1) di antara unsur-unsur itu atau (2) pada unsur gabungan itu sesuai dengan kaidah 1a, 1b, 1c dan 1d di atas.
Misalnya:
Bio-grafi, bi-o-gra-fi
Foto-grafi, fo-to-gra-fi
Intro-speksi, in-tro-spek-si
Kilo-gram, ki-lo-gram
Pasca-panen, pas-ca-pa-nen
Keterangan:
Nama orang, badan hukum, dan nama dari yang lain disesuaikan dengan Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, kecuali jika ada pertimbangan khusus.

II.  PEMAKAIAN HURUF KAPITAL DAN HURUF MIRING
A.  Huruf Kapital atau Huruf Besar
1.   Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai unsur pertama kata pada awal kalimat.
2.   Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
3.   Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan Kitab Suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
4.   Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
5.   Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi.
6.   Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.
7.   Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
8.   Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.
9.   Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
10. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi, kecuali kata seperti dan. pemerintah dan ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi.
11. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
12. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar dan judul karangan, kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, untuk yang tidak terletak pada posisi awal.
13. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan.
14. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.
Misalnya:
“Kapan Bapak Berangkat?” tanya Harto.
Adik bertanya, “Itu apa, Bu?”
15. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.
B.  Huruf Miring
1.   Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
2.   Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.
3.   Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama ilmiah atau ungkapan asing, kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.
Misalnya:
Nama ilmiah buah manggis ialah Carcinia mangostama.
Politik devide et impera pernah merajalela di negeri ini.
Weltanschauung antara lain diterjemahkan menjadi ‘pandangan dunia’
Tetapi:
Negara itu telah mengalami empat kali kudeta.

III.       PENULISAN KATA
A.  Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan. Misal : Buku itu sangat tebal.
B.  Kata Turunan
1.   Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Misalnya:
bergetar, dikelola, penetapan, menengok, mempermainkan.
2.   Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya.
Misalnya:
bertepuk tangan, garis bawahi, menganak sungai, sebar luaskan.
3. Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsure gabungan kata itu ditulus serangkai.
Misalnya:
menggarisbawahi, menyebarluaskan, dilipatgandakan, penghancurleburan
4.   Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai.
Misalnya:adipati, aerodinamika, antarkota, anumerta, audiogram, awahama,
1)      Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah huruf kapital, di antara kedua unsur itu harus dituliskan tanda hubung (-).
Misalnya:
non-Indonesia, pan-Afrikanisme
2)      Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti kata esa dan kata yang bukan kata dasar, gabungan itu ditulis terpisah.
Misalnya:
Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita.
Marilah kita beersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.
C.  Kata Ulang
Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung. Misal :buku-buku.
D.  Gabungan Kata
1.   Gabungan kata yang lazim disebuta kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsurunsurnya ditulis terpisah. Misalnya:      duta besar, kambing hitam, kereta api
2.   Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian unsur yan bersangkutan. Misalnya:Alat pandang-dengar, anak-istri saya,
3.   Gabungan kata berikut ditulis serangkai. Misalnya:Adakalanya, akhirulkalam, Alhamdulillah, astaghfirullah, bagaimana,
E.  Kata Ganti -ku-, kau-, -mu, dan -nya
Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; -ku-, -mu, dan –nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Apa yang kumiliki boleh kaumabil.
Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.
F.   Kata Depan di, ke, dan dari
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada.
Misalnya:
Kain itu terletak di dalam lemari.
Bermalam sajalah di sini.
Di mana Siti sekarang?
G.  Kata Si dan Sang
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Misalnya:
Harimau itu marah sekali kepada sang Kancil.
Surat itu dikirimkan kembali kepada si pengirim.
H.  Partikel
1.      Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya:Bacalah buku itu baik-baik.
Jakarta adalah ibukota Republik Indonesia.
2.      Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya. Misalnya:Apa pun yang dimakannya, ia tetap kurus.
3.      Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya.
Misalnya:
Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1 April.
Mereka masuk ke dalam ruangan satu per satu.
I.    Singkatan dan Akronim
1.   Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
a.   Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat diikuti dengan tanda titik. Misalnya:Muh. Yamin, M.B.A master of business administration, S.E. sarjana ekonomi
b.   Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumentasi resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik. Misalnya: DPR Dewan Perwakilan Rakyat, PGRI Persatuan Guru Republik Indonesia
c.   Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik. Misalnya:dll. dan lain-lain, dsb. dan sebagainya, dst. dan seterusnya
d.   Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik. Misalnya:Cu cuprum, TNT trinitrotulen, Rp (5.000,00) (lima ribu) rupiah
2.   Akronim kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.
a.   Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis selurhnya
dengan huruf capital.
Misalnya : ABRI Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, LAN Lembaga Administrasi  Negara
b.   Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kaptal.
Misalnya : Akabri Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
c.   Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
Misalnya:pemilu pemilihan umum, rapim rapat pimpinan

J.   Angka dan Lambang
1)      Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor.
2)      Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjagng, berat, luas, dan isi, (ii) satuan
waktu, (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas.
3)   Angka lazim dipakai untuk melambangka nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar
pada alamat.
4)  Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
5)   Penulisan lambang bilangan dengan huruf .
6)   Penulisan lambang bilangan tingkat.
7)   Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran –an
8)   Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan.
9)   Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.
10) Angka yang menunjukkan bilangan utuh secara besar dapat dieja



IV. PENULISAN UNSUR SERAPAN

Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari pelbagai bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing, seperti Sansekerta, Arab, Portugis, Belanda, atau Inggris. Berdasarkan taraf integrasinya, unsure pinjaman dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar. Pertama, unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti reshuffle, shuttle cock, l’axplanation de l’homme. Unsur-unsur yang dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing. Kedua, unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya hanya diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.
Kaidah ejaan yang berlaku bagi unsure serapan itu sebagai berikut :
aa (Belanda) menjadi a  :        paal – pal
baal - bal
ae tetap ae jika tidak bervariasi dengan e :     aerob aerob
aerodimanics aerodonamika
ae, jika bervariasi dengan e, menjadi e :          haemoglobin hemoglobin
haematite hematit

V.        PEMAKAIAN TANDA BACA

A. Tanda Titik (.)
1.      Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan. Misalnya: Ayahku tinggal di Solo.
Biarlah mereka duduk di sana.
Dia menanyakan siapa yang akan datang.
2.      Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar. Misalnya: Pada penulisan daftar isi.
3.   Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu. Misalnya: Pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)
4.   Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu. Misalnya:
1.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
0.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
0.0.30 jam (30 detik)
5.   Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru, dan tempat terbit. Misalnya: Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltevreden: Balai Poestaka.
6. a.  Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.Misalnya: Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
Gempa yang terjadi semalam menewaskan 1.231 jiwa.
6.b.   Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah. Misalnya: Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
Lihat halaman 2345 seterusnya.
7.   Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya. Misalnya:
Acara kunjungan Adam Malik Bentuk dan Kedaulatan (Bab 1 UUD ’45) Salah Asuhan
8.   Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal suat atau (2) nama dan alamat surat. Misalnya:
Jalan Diponegoro 82 (tanpa titik)
Jakarta (tanpa titik)
1 April 1985 (tanpa titik)
Yth. Sdr. Moh. Hasan (tanpa titik)
Jalan Arif 43 (tanpa titik)
Palembang (tanpa titik)
Atau:
Kantor Penempatan Tenaga (tanpa titik)
Jalan Cikini 71 (tanpa titik)
Jakarta (tanpa titik)


B. Tanda Koma (,)
1.      Tanda koma dipakai diantara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan. Misalnya:
Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
2.      Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi, atau melainkan. Misalnya:
Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
3.a.            Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului indukn kalimatnya. Misalnya:
Kalau hari hujan, saya tida datang.
3.b.Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya. Misalnya:
Saya tidak akan datang kalau hari hujan.
3.      Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi.
Misalnya:
…. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati.
4.      Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata lain yang terdapat di dalam kalimat. Misalnya: O, begitu?, Wah, bukan main!, Hati-hati, ya, nanti jatuh.
5.      Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat. (Lihat juga pemakaian tanda petik, Bab V, Pasal L dan M.) Misalnya:
Kata ibu “Saya gembira sekali.”
6.      Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan. Misalnya: Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan raya Salemba 6, Jakarta. Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor. Kuala Lumpur, Malaysia.
7.      Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka. Misalnya:
Alisjahbana, Sutan Takdir. 1949. Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 1 dan 2. Djakarta: Pustaka Rakjat.
8.      Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki. Misalnya: W.J.S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-mengarang (Jogjakarta: UP Indonesia, 1967), hlm. 4.
9.      Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya Untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga. Misalnya: B. Ratulangi, S.E. , Ny. Khadijah, M.A.
10.  Tanda koma dipakai di muka angka persepuluh atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka. Misalnya: 12,5 m , Rp12,50
11.  Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi. (Lihat juga pemakaian tanda pisah, Bab V, Pasal F.) Misalnya: Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali.
12.  Tanda koma dapat dipakai―untuk menghindari salah baca―di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat. Misalnya: Dalam upaya pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap yang sungguh-sungguh. Atas bantuan Agus, Karyadi mengucapkan terima kasih.
13.  Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langung itu berakhir dengan tanda tanya atau seru. Misalnya: “Di mana Saudara tinggal?” tanya Karim.

C. Tanda Titik Koma (;)
1.   Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
Misalnya : Malam akan larut ; pekerjaan belum selesai juga.
2.   Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara dalam kalimat majemuk.
      Misalnya : Ayah mengurus tanamannya di kebun itu ; ibu sibuk bekerja di dapur.



D.  Tanda Dua Titik (:)
1.a.            Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian
 b.  Tanda titk dua tidak dipakai jika rangkaian atau perian itu merupakan pelengkap yang mengkahiri pernyataan. Misalnya:Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.
2.   Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
3.   Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.
4.   Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara bab dan ayat dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan , serta (iv) di antara nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.
Misalnya:
Tempo, I (34), 1971: 7
E.  Tanda Hubung (-)
1.   Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian baris. Misalnya: Di samping cara-cara lama itu juga cara yang baru
2. Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris. Misalnya: Kini ada acara baru untuk mengukur panas. Kukuran baru ini memudahkan kita mengukur kelapa. Senjata merupakan alat pertahananyang canggih. Akhiran i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada pangkal baris.
3.   Tanda hubung meyambung unsur-unsur kata ulang. Misalnya: Anak-anak, berulang-ulang, kemerah-merahan
4.   Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal.
Misalnya:
8-4-1973
5.   Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (i) hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan, dan (ii) penghilangan baian kelompok kata.
Misalnya:
ber-evolusi, dua puluh lima-ribuan (20 x 5.000), tanggung jawab-dan kesetiakawanan-sosial Bandingkan dengan: Be-revolusi, dua-puluh-lima-ribuan (1 x 25.000), tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial
6.   Tanda hubung dipakai untuk merangkai (i) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital, (ii) ke- dengan angka, (iii) angka dengan -an, (iv) singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan rangkap.
Misalnya:
se-Indonesia, se-Jawa Barat, hadiah ke-2, tahun 50-an, mem-PHK-kan, hari-H, sinar-X; Menteri Sekretaris Negara.
7.   Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsure bahasa Indonesia dengan unsure bahasa asing.
Misalnya:
di-smash, pen-tackle-an
F.   Tanda Pisah (―)
1.   Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat.
Misalnya:
Kemerdekaan bangsa itu―saya yakin akan tercapai―diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.
2.   Tanda pisah menegaskan adanya keterangan oposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas.
Misalnya:
Rangkaian temuan ini―evolusi, teori kenisbian, dan kini juga
pembelahan atom―telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
3.   Tanda pisah dipakai di antara dua dilangan atau tanggal dengan arti ‘sampai dengan’ atau ‘sampai ke’.
Misalnya:
1910―1945
Tanggal 5―10 April 1970
Jakarta―Bandung
Catatan:
Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa spasi sebelum dan sesudahnya.

G.  Tanda Elipsis (…)
1.   Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus.
Misalnya:
Kalau begitu … ya, marilah kita bergerak.
2.   Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam satu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan.
Misalnya:
Sebab-sebab kemerosotan … akan diteliti lebih lanjut.
Catatan:
Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai empat buah titik; tiga buah titik untuk menandai penghilangan teks dan atu untuk menandai akhir kalimat.
Misalnya:
Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan hati-hati….
H.  Tanda Tanya (?)
1.   Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
Misalnya:
Kapan ia berangkat?
Saudara tahu, bukan?
2.   Tanda taya dipakai dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat membuktikan kebenarannya.
Misalnya:
Ia dilahirkan pada tahun 1983 (?).
Uangnya sebanyak 10 jta rupiah (?) hilang.
I.    Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai sesuda ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat. Misalnya:
Alangkah seramnya peristiwa itu!
Bersihkan kamar itu sekarang juga!
Masakan! Sampai hati juga ia meninggalkan anak-istrinya.
Merdeka!

J.   Tanda Kurung ((…))
1.   Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Misalnya:
Bagian Perencanaan sudah selesai menyusun DIK (Daftar Isian Kegiatan) kantor itu.
2.   Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.
Misalnya:
Sajak Tranggono yang berjudul “Ubud” (nama yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962.
Keterangan itu (lihat Tabel 10) menunjukkan arus perkembangan baru dalam pasaran dalam negeri.
3.   Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.
Misalnya:
Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain (a).
Pejalan kaki itu berasal dari (kota) Surabaya.
4.   Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan.
Misalnya:
Factor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.
K.  Tanda Kurung Siku ([…])
1.   Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau ekurangan itu memang terdapat di naskah asli.
Misalnya:
Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.
2.   Tanda kurung siku menapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.
L.  Tanda Petik (“…”)
1.   Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan daan nskah atau bahan tertulis lain.
Misalnya:
“Saya belum siap,” kata Mira, “tunggu sebentar!”
Pasal 36 UUD 1945 berbunyi, “Bahasa negara ialah bahasa Indonesia.”
2.   Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.
Misalnya:
Bacalah “Bola Lampu” dalam buku Dari Suatu Masa dari Suatu Tempat.
Karangan Andi Hakim Nasoetion yang berjudul “Rapor dan Nilai Prestasi di SMA” dimuat dalam majalah Tempo.
Sajak “Berdiri Aku” terdapat pada halaman 5 buku itu.
3.   Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.
Misalnya:
Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara “coba dan ralat” saja. Ia bercelana panjang yang di kalangan remaja dikenal dengan nama “cutbrai”.
4.   Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengahkiri petikan langsung.
Misalnya:
Kata Tono, “Saya juga minta satu.”
5.   Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat.
Misalnya:
Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan “si Hitam”.
Bang Komar sering disebut “pahlawan”; ia sendiri tidak tahu sebabnya.
Catatan:
Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.
M. Tanda Petik Tunggal (‘…’)
1.   Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Misalnya:
 Basri, “Kau dengar bunyi ‘kring-kring’ tadi?”
“Waktu kubuka pintu depan, kudengar teriak anakku, ‘Ibu, Bapak pulang’, dan rasa letihku lenyap seketika,” ujar Pak Hamdan.
2.   Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing. (Lihat pemakaian tanda kurung, Bab V, Pasal J.)
Misalnya:
feed-back ‘balikan’
N.  Tanda Garis Miring (/)
1.   Tanda garis miring dipakai dalam nomor surat dan nomormpada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.
Misalnya:
No. 7/PK/1973
Jalan Kramat III/10
tahun anggaran 1985/1986
2.   Tanda gris miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap.
Misalnya:
dikirimkan lewat ‘dikirim lewt darat atau darat/laut lewat laut’ harganya Rp25,00/lembar ‘harganya Rp25,00 tiap lembar’ O. Tanda Penyingkat atau Apostrof Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.
Misalnya:
Ali ‘kan kusurati. (‘kan = akan)
Malam ‘lah tiba. (‘lah = telah)
1 Januari ’88. (’88 = 1988)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.