Dalam kehidupan ini kita pastinya pernah merasakan sebuah kegagalan didalam menjalankan rencana di hidup kita. Tapi pernah kah kita berfikir apa itu kegagalan dan apa hikmah dari kegagalan tersebut. Kebanyakan orang yang saya tau, mereka selalu menganggap kegagalan yang mereka hadapi itu adalah sebuah takdir bagi hidup mereka, dan mereka pun selalu saja mengeluh dan putus asa dalam mengahadapi kegagaglan tersebut.
Saya mencoba mengambil sebuah contoh bentuk kegagagalan yang terjadi dalam kehidupan ini, yaitu : setiap akhir tahun pengajaran, khususnya bagi para siswa kelas 3 baik itu SMP ataupun SMA, mereka akan menghadapi ujian kelulusan bagi diri mereka untuk melanjutkan jenjang pendidikkan mereka ke arah pendidikan yang lebih tinggi. Dimana suatu saat mereka menghadapi ujian kelulusan dan mereka pun harus menunggu hasil dari kelulusan mereka yaitu apakah mereka dapat lulus atau kah meereka tidak lulus. Suatu saat saya pernah meneliti dari beberapa siswa yang seperti itu. Suatu saat saya mendapatkan sebuah info yang menjelaskan bahwa beberapa siswa dari sebuah SMP, itu dia mendapatkan sebuah pengumumman yang mengejutkan dirinya, bahwasannya si siswa/i tersebut tidak lulus ujian. Dan akhirnya si siwa/i tersebut histeris dan bahkan sempat putus asa.
Dan karena siswa/i tersebut putus asa mereka pun mengahalalkan segala cara baik dengan mengunci diri dikamar dan tidak makan ataupun minum sampai tindakana yang fatal pun mereka lakukan seperti halnya bunuh diri. coba apakah ini bentuk atau gambaran dari sistem pendidikan kita di Indonesia? hemm...
Kalau menurut saya bukan, karena semua sistem pendidikan kita sudah sesuai dengan standarisasi sistem pendidikan di Indonesia. Cuma masalahnya untuk jenis bentuk tindakan tersebut, itu tergantung dengan pribadi para siswa/i tersebut. seandainya para siswa/i tersebut yg gagal dalam ujian dan dia mampu berfikir secara sehat dan logis, maka dia akan bertekad untuk menunjukkan kepada semua orang bahwasannya dia mampu untuk menjadi orang yang lebih baik dan lebih maju lagi, atau bahkan dia nantinya akan lebih sukses dan berhasil dari teman2nya yang lulus, masih kah anda tidak percaya dengan apa yang saya katakan? jikalau anda tidak percaya, cobalah anda rubah diri anda dan anggap diri anda itu mampu dan yakin untuk suskses, insya allah anda akan menjadi orang yang sukses dikemudian hari, dan jangan lupa selalu dekatkan diri anda dengan Tuhan Yang Maha Esa agar anda selalu berada didalam keimanan dan ketaqwaan diri anda sendiri.
Sabtu, 15 Oktober 2011
ARTIKEL 1 (SOFTSKILL)
MANUSIA
DAN LINGKUNGAN
Dalam roda kehidupan ini dimana manusia dan
lingkungan itu merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Dimana lingkungan
yang bersih, sehat dan indah itu akan memberikan rasa nyaman terhadap manusia.
Sebab lingkungan yang nyaman hanya dapat diciptakan apabila menusia yang
tinggal di dalamnya memiliki rasa peduli terhadap lingkungannya sendiri.
Di sisi lain, pesatnya peradaban manusia, ilmu
pengetahuan dan teknologi ternyata dapat menimbulkan suatu masalah bagi
lingkungan. Karena salah satu masalah lingkungan dalam hidup manusia adalah
masalah sampah. Dan untuk masalah sampah itu sendiri justru tercipta dari
kegiatan yang dilakukan mausia itu sendiri.
Untuk jenis sampah itu sendiri terdapat beberapa
Janis macamnya, diantaranya ialah sampah
organic (sisa-sisa makanan) dan
jenis sampah anorganik (botol-botol,
plastic, kaleng dan bahan-bahan lain yang tidak dapat membusuk). Untuk mengatasi masalah sampah itu
sendiri, dibutuhkan teknologi pengolahan sampah yang sesuai dengan jenis dan
karateristik samaph yang ada.
Jika pengolahan sampah tersebut tidak tepat, maka
akan mengakibatkan pencemaran lingkungan, seperti halnya banjir. Dapat kita
lihat hampir semua kota besar di Indonesia mengalami masalah yang sama dalam
penanganan masalah sampah. Misalnya sekitar tahun 2005 yang lalu kota besar di
Indonesia khususnya di daerah sekitar JABODETABEK itu diguyur hujan lebat.
Dimana-dimana air sungai meluap hingga ke daratan. Hal ini diakibatkan oleh
banyaknya sampah yang berserakan dimana-mana, sehingga mengakibatkan system
drynase yang tidak lancar. Disamping tidak lancarnya system drynase, hal ini
juga diakibatkan oleh banyaknya hutan di Indonesia yang gundul (yang
diakibatkan oleh para pihak yang tidak bertanggung jawab atas penebangan pohon
secara liar tanpa melakukan pelestarian hutan kembali).
Adapun akibat yang ditimbulkan dari masalah banjir
tersebut ialah dapat menimbulkan penyakit (seperti penyakit kulit, diare,
inspa, dll) bahkan kematian bagi manusia itu sendiri. Selain menimbulkan
penyakit atau pun kematian, musibah ini juga nantinya akan mengakibatkan
kerugian material bagi manusianya, seperti kehilangan harta bendanya yang
diakibatkan dari banjir tersebut.
Oleh karena itu, untuk mencegah hal-hal yang tidak
diinginkan maka sudah saatnya sampah disetiap lingkungan harus ditangani secara
tepat. Sebelum diproses, sampah hendaknya terlebih dahulu dikumpulkan dalam
satu areal tersebut. Selanjutnya, sampah-sampah tersebut harus ditangani sesuai
dengan jenisnya. Misalnya, sampah dari kegiatan rumah tangga (sampah organic
yang basah dan cepat membusuk) sebaiknya dikumpulkan dalam kantong plastic dan
tidak idtimbun dalam tong sampah. Kalau perlu sampah organic tersebut langsung
dibuang ke tempat pembuangan sampah terakhir. Sebaliknya, untuk sampah
anorganik, dapat ditumpuk ke dalam tong sampah.
Mungkin selaindari sampah rumah tangga, sampah
hasilindustry (pembuangan limbah ke sungai, laut dan perairan lainnya), sampah
jalanan, sampah komersial dan sampah lainnya perlu ditanganisecara tepat pula. Hal
yang paling penting didalam pengelolaan sampah ialah pemusnahan sampah. Pemusnahan
sampah ini dapat dilakukan dengan beberapa metode, seperti penumpukkan, sanitary landfill, serta pemanfaatan sampah menjadi biogas,
pengemposan, insenerasi, dan daur ulang.
Dalam menangani masalah lingkungan, khususnya
masalah sampah ini, hal yang tak boleh dilupakan adalah perlunya analisis
dampak lingkungan (AMDAL). AMDAL merupakan salah satu ketentuan untuk menunjang
pembangunan Negara yang berwawasan lingkungan. Untuk kegiatan usaha, AMDAL
sangat diperlukan. Kegiatan ini merupakan kegiatan positif yang dapat
menghindarkan terjadinya dampaknegatif yang serius, seperti kerusakan karena pencemaran
lingkungan.
NAMA : LELY YUNITA SARI
NPM : 24209199
KELAS : 3EB13
KELAS : 3EB13
PENALARAN INDUKTIF (SOFTSKILL1)
PENALARAN INDUKTIF
Penalaran
adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan
empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian.
Metode induktif
i.
Pengertian
Pengertian
metode penalaran Induktif menurut beberapa tokoh, yakni diantaranya adalah :
·
Shurter dan Pierce (dalam Shofiah,
2007 : 14)
Penalaran
Induktif adalah cara
penarikan kesimpulan yang bersifat umum dari hal-hal yang bersifat khusus.
·
Suriasumantri (dalam Shofiah, 2007
:15)
Penalaran Induktif adalah suatu proses berpikir yang berupa
penarikan kesimpulan yang umum atau dasar pengetahuan tentang hal-hal yang
khusus. Artinya,dari fakta-fakta yang ada dapat ditarik suatu kesimpulan.
Jadi, secara
umum metode penalaran induktif adalah
metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke
umum. Dimana untuk hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku
bagi fenomena sejenis yang belum diteliti untuk semua kasus.
ii.
Aspek dari penalaran induktif adalah analogi dan generalisasi.
Menurut Jacob (dalam Shofiah, 2007 :15), hal ini
berdasarkan bahwa penalaran induktif terbagi menjadi dua macam, yaitu
generalisasi dan analogi.
v
Analogi
adalah proses penyimpulan berdasarkan kesamaan data atau fakta. Analogi dapat
juga dikatakan sebagai proses membandingkan dari dua hal yang berlainan
berdasarkan kesamaannya, kemudian berdasarkan kesamaannya itu ditarik untuk
suatu kesimpulan.
v
Ganaralisasi
adalah penarikan kesimpulan umum dari data atau fakta-fakta yang diberikan atau
yang ada.
Hipotesa berasal dari bahasa Yunani: hypo= di
bawah;thesis = pendirian, pendapat yang ditegakkan, kepastian. Artinya,
hipotesa merupakan sebuah istilah ilmiah yang digunakan dalam rangka kegiatan
ilmiah yang mengikuti kaidah-kaidah berfikir biasa, secara sadar, teliti, dan
terarah.Dalam berfikir sehari-hari, orang menyebutnya anggapan, perkiraan,
dugaan, dan sebagainya. Hipotesa juga berarti sebuah pernyataan atau proposisi
yang mengatakan bahwa diantara sejumlah fakta ada hubungan tertentu.
Proses pembentukan hipotesa adalah proses penalaran,
yang melalui tahap-tahap tertentu. Hal demikian juga terjadi dalam pembuatan
hipotesa ilmiah, yang dilakukan dengan teori, sadar, teliti, dan terarah.
Kata teori disini memiliki arti yang berbeda-beda pada
bidang-bidang pengetahuan yang berbeda pula tergantung pada metodologi dan
konteks diskusi.
Secara umum, teori merupakan analisis hubungan antara
fakta yang satu dengan fakta yang lain pada sekumpulan fakta-fakta. Selain itu,
berbeda dengan teorema, pernyataan teori umumnya hanya diterima secara
"sementara" dan bukan merupakan pernyataan akhir yang konklusif. Hal
ini mengindikasikan bahwa teori berasal dari penarikan kesimpulan yang memiliki
potensi kesalahan, berbeda dengan penarikan kesimpulan pada pembuktian
matematika.
Dalam ilmu pengetahuan, teori dalam ilmu pengetahuan
berarti model atau kerangka pikiran yang menjelaskan fenomena alami atau
fenomena sosial tertentu. Teori dirumuskan, dikembangkan, dan dievaluasi
menurut metode ilmiah. Teori juga merupakan suatu hipotesis yang telah terbukti
kebenarannya.
Manusia membangun teori untuk menjelaskan, meramalkan,
dan menguasai fenomena tertentu (misalnya, benda-benda mati, kejadian-kejadian
di alam, atau tingkah laku hewan). Sering kali, teori dipandang sebagai suatu
model atas kenyataan (misalnya : apabila kucing mengeong berarti minta makan).
Sebuah teori membentuk generalisasi atas banyak observasi dan terdiri atas
kumpulan ide yang koheren dan saling berkaitan.
Istilah teoritis dapat digunakan untuk menjelaskan
sesuatu yang diramalkan oleh suatu teori namun belum pernah terobservasi.
Sebagai contoh, sampai dengan akhir-akhir ini, lubang hitam dikategorikan
sebagai teoritis karena diramalkan menurut teori relativitas umum tetapi belum
pernah teramati di alam.
Terdapat miskonsepsi yang menyatakan apabila sebuah
teori ilmiah telah mendapatkan cukup bukti dan telah teruji oleh para peneliti
lain tingkatannya akan menjadi hukum ilmiah. Hal ini tidaklah benar karena
definisi hukum ilmiah dan teori ilmiah itu berbeda. Teori akan tetap menjadi
teori, dan hukum akan tetap menjadi hukum.
Dalam Kausalitas (perinsip sebab-akibat yang dharuri dan
pasti antara segala kejadian, serta bahwa setiap kejadian memperoleh kepastian
dan keharusan serta kekhususan-kekhususan eksistensinya dari sesuatu atau
berbagai hal lainnya yang mendahuluinya, merupakan hal-hal yang diterima tanpa ragu
dan tidak memerlukan sanggahan). Keharusan dan keaslian sistem kausal merupakan
bagian dari ilmu-ilmu manusia yang telah dikenal bersama dan tidak diliputi
keraguan apapun.
Alternatif dari penalaran deduktif adalah penalaran
induktif. Perbedaan dasar di antara keduanya dapat disimpulkan dari dinamika
deduktif tengan progresi secara logis dari bukti-bukti umum kepada kebenaran
atau kesimpulan yang khusus; sementara dengan induksi, dinamika logisnya justru
sebaliknya. Penalaran induktif dimulai dengan pengamatan khusus yang diyakini
sebagai model yang menunjukkan suatu kebenaran atau prinsip yang dianggap dapat
berlaku secara umum. SALAH NALAR : Gagasan, pikiran, kepercayaan, atau simpulan
yang salah, keliru, atau cacat.
Referensi :
NAMA : LELY YUNITA SARI
NPM : 24209199
KELAS : 3EB13
Rabu, 05 Oktober 2011
EYD (Ejaan Yang Disempurnakan)
I.
PEMAKAIAN HURUF
A. Huruf Abjad
Abjad yang
digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas 26 huruf.
B.
Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan
vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, e, i, o,dan u.
C. Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan
konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf b, c, d, f, g, h,
j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.
D. Huruf diftong
Di dalam bahasa
Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi.
E. Gabungan Huruf Konsonan
Di dalam bahasa
Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan,
yaitu kh, ng, ny, dan
sy. Masing-masing melambangkan satu bunyi konsonan.
F. Pemenggalan Kata
1. Pemenggalan kata pada kata
dasar dilakukan sebagai berikut.
a. Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan,
pemenggalan itu dilakukan di antara kedua huruf vokal itu.
Misalnya:
au-la
bukan a-u-la
sau-dara
bukan sa-u-da-ra
am-boi
bukan am-bo-i
b. Jika di
tengah kata ada huruf konsonan, termasuk gabungan huruf konsonan, di antara
dua buah huruf vokal, pemenggalan dilakukan sebelum huruf konsonan.
Misalnya:
ba-pak, ba-rang,
su-lit, la-wan, de-ngan, ke-nyang, mu-ta-khir
c. Jika di
tengah ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan dilakukan di
antara kedua huruf konsonan itu. gabungan huruf konsonan tidak pernah
diceraikan.
Misalnya:
man-di, som-bong,
swas-ta, ca-plok Ap-ril, bang-sa, makh-luk
d. Jika di tengah kata ada tiga buah huruf
konsonan atau lebih, pemenggalan dilakukan di antara huruf konsonan yang
pertama dan huruf konsonan yang kedua.
Misalnya:
in-stru-men, ul-tra,
in-fra, bang-krut, ben-trok ikh-las
- Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan,
Termasuk awalan yang
mengalami perubahan bentuk serta
partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, dapat dipenggal pada
pergantian baris.
Misalnya:
makan-an, me-rasa-kan,
mem-bantu, pergi-lah
- Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu dapat bergabung dengan unsur lain,
Pemenggalan dapat
dilakukan (1) di antara unsur-unsur itu atau (2) pada unsur gabungan itu sesuai
dengan kaidah 1a, 1b, 1c dan 1d di atas.
Misalnya:
Bio-grafi, bi-o-gra-fi
Foto-grafi,
fo-to-gra-fi
Intro-speksi,
in-tro-spek-si
Kilo-gram, ki-lo-gram
Pasca-panen,
pas-ca-pa-nen
Keterangan:
Nama orang, badan
hukum, dan nama dari yang lain disesuaikan dengan Ejaan
Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan, kecuali jika ada pertimbangan khusus.
II. PEMAKAIAN HURUF KAPITAL DAN HURUF MIRING
A. Huruf Kapital atau Huruf Besar
1. Huruf kapital atau huruf besar dipakai
sebagai unsur pertama kata pada awal kalimat.
2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
petikan langsung.
3. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan Kitab Suci, termasuk kata
ganti untuk Tuhan.
4. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
5. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai
sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi.
6. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
unsur-unsur nama orang.
7. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
8. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.
9. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
nama geografi.
10. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
semua unsur nama negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta nama
dokumen resmi, kecuali kata seperti dan. pemerintah dan ketatanegaraan,
badan, serta nama dokumen resmi.
11.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna
yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta
dokumen resmi.
12.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur
kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar dan judul karangan, kecuali kata
seperti di, ke, dari, dan, yang, untuk yang tidak terletak pada posisi
awal.
13. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan.
14.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama penunjuk hubungan kekerabatan
seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai
dalam penyapaan dan pengacuan.
Misalnya:
“Kapan Bapak
Berangkat?” tanya Harto.
Adik
bertanya, “Itu apa, Bu?”
15. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
kata ganti Anda.
B. Huruf Miring
1. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk
menuliskan nama buku, majalah dan surat
kabar yang dikutip dalam tulisan.
2. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk
menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.
3. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk
menuliskan nama ilmiah atau ungkapan asing, kecuali yang telah disesuaikan
ejaannya.
Misalnya:
Nama ilmiah buah
manggis ialah Carcinia mangostama.
Politik devide et
impera pernah merajalela di negeri ini.
Weltanschauung antara
lain diterjemahkan menjadi ‘pandangan dunia’
Tetapi:
Negara itu telah
mengalami empat kali kudeta.
III. PENULISAN KATA
A. Kata Dasar
Kata yang berupa kata
dasar ditulis sebagai satu kesatuan. Misal : Buku itu sangat tebal.
B. Kata Turunan
1. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis
serangkai dengan kata dasarnya.
Misalnya:
bergetar,
dikelola, penetapan, menengok, mempermainkan.
2. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata,
awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau
mendahuluinya.
Misalnya:
bertepuk
tangan, garis bawahi, menganak sungai, sebar luaskan.
3.
Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran
sekaligus, unsure gabungan kata itu ditulus serangkai.
Misalnya:
menggarisbawahi,
menyebarluaskan, dilipatgandakan, penghancurleburan
4. Jika salah satu unsur gabungan kata hanya
dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai.
Misalnya:adipati,
aerodinamika, antarkota, anumerta, audiogram, awahama,
1) Jika
bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah huruf kapital, di antara
kedua unsur itu harus dituliskan tanda hubung (-).
Misalnya:
non-Indonesia,
pan-Afrikanisme
2) Jika kata maha sebagai unsur gabungan
diikuti kata esa dan kata yang bukan kata dasar, gabungan itu ditulis terpisah.
Misalnya:
Mudah-mudahan
Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita.
Marilah
kita beersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.
C. Kata Ulang
Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan
menggunakan tanda hubung. Misal :buku-buku.
D. Gabungan Kata
1. Gabungan kata yang lazim disebuta kata
majemuk, termasuk istilah khusus, unsurunsurnya ditulis terpisah. Misalnya: duta besar, kambing hitam, kereta api
2. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang
mungkin menimbulkan kesalahan pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung
untuk menegaskan pertalian unsur yan bersangkutan. Misalnya:Alat pandang-dengar,
anak-istri saya,
3. Gabungan kata berikut ditulis serangkai. Misalnya:Adakalanya,
akhirulkalam, Alhamdulillah, astaghfirullah, bagaimana,
E. Kata Ganti -ku-, kau-, -mu, dan -nya
Kata ganti ku dan kau
ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; -ku-, -mu, dan –nya ditulis
serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Apa yang kumiliki
boleh kaumabil.
Bukuku,
bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.
F. Kata Depan di, ke, dan dari
Kata depan di, ke, dan
dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali di dalam gabungan
kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada.
Misalnya:
Kain itu terletak di
dalam lemari.
Bermalam sajalah di sini.
Di mana
Siti sekarang?
G. Kata Si dan Sang
Kata si dan sang
ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Misalnya:
Harimau itu marah
sekali kepada sang Kancil.
Surat
itu dikirimkan kembali kepada si pengirim.
H. Partikel
1. Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis
serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya:Bacalah buku itu
baik-baik.
Jakarta
adalah ibukota Republik Indonesia.
2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata
yang mendahuluinya. Misalnya:Apa pun yang dimakannya, ia tetap kurus.
3. Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’,
dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau
mengikutinya.
Misalnya:
Pegawai negeri mendapat
kenaikan gaji per 1 April.
Mereka masuk ke dalam
ruangan satu per satu.
I. Singkatan dan Akronim
1. Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang
terdiri atas satu huruf atau lebih.
a. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan,
jabatan atau pangkat diikuti dengan tanda titik. Misalnya:Muh. Yamin, M.B.A
master of business administration, S.E. sarjana ekonomi
b. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan
ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumentasi resmi yang
terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti
dengan tanda titik. Misalnya: DPR Dewan Perwakilan Rakyat, PGRI Persatuan Guru
Republik Indonesia
c. Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf
atau lebih diikuti satu tanda titik. Misalnya:dll. dan lain-lain, dsb. dan
sebagainya, dst. dan seterusnya
d. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran,
takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik. Misalnya:Cu
cuprum, TNT trinitrotulen, Rp (5.000,00) (lima
ribu) rupiah
2. Akronim kimia, singkatan satuan ukuran,
takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.
a.
Akronim nama diri yang berupa gabungan
huruf awal dari deret kata ditulis selurhnya
dengan
huruf capital.
Misalnya
: ABRI Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, LAN Lembaga Administrasi
Negara
b. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku
kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf
awal huruf kaptal.
Misalnya
: Akabri Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Bappenas Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional
c. Akronim yang bukan nama diri yang berupa
gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan kata dari deret kata
seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
Misalnya:pemilu
pemilihan umum, rapim rapat pimpinan
J.
Angka dan Lambang
1) Angka
dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor.
2) Angka
digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjagng, berat, luas, dan isi, (ii)
satuan
waktu, (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas.
3) Angka
lazim dipakai untuk melambangka nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar
pada alamat.
4) Angka
digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
5) Penulisan
lambang bilangan dengan huruf .
6) Penulisan
lambang bilangan tingkat.
7) Penulisan lambang
bilangan yang mendapat akhiran –an
8) Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan
satu atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali jika beberapa lambang bilangan
dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan.
9)
Lambang bilangan pada awal kalimat
ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang
tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal
kalimat.
10) Angka yang menunjukkan bilangan utuh secara
besar dapat dieja
IV.
PENULISAN UNSUR SERAPAN
Dalam
perkembangannya, bahasa Indonesia
menyerap unsur dari pelbagai bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun dari
bahasa asing, seperti Sansekerta, Arab, Portugis, Belanda, atau Inggris.
Berdasarkan taraf integrasinya, unsure pinjaman dalam bahasa Indonesia dapat
dibagi atas dua golongan besar. Pertama, unsur pinjaman yang belum sepenuhnya
terserap ke dalam bahasa Indonesia,
seperti reshuffle, shuttle cock, l’axplanation de l’homme. Unsur-unsur
yang dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya
masih mengikuti cara asing. Kedua, unsur pinjaman yang pengucapan dan
penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini diusahakan
agar ejaannya hanya diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat
dibandingkan dengan bentuk asalnya.
Kaidah
ejaan yang berlaku bagi unsure serapan itu sebagai berikut :
aa (Belanda) menjadi a : paal
– pal
baal - bal
ae tetap ae jika tidak bervariasi dengan
e : aerob aerob
aerodimanics aerodonamika
ae, jika bervariasi dengan e, menjadi e
: haemoglobin hemoglobin
haematite hematit
V. PEMAKAIAN TANDA BACA
A.
Tanda Titik (.)
1. Tanda
titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan. Misalnya:
Ayahku tinggal di Solo.
Biarlah mereka duduk di sana.
Dia menanyakan siapa yang akan datang.
2. Tanda
titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau
daftar. Misalnya: Pada penulisan daftar isi.
3. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka
jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu. Misalnya: Pukul 1.35.20 (pukul 1
lewat 35 menit 20 detik)
4. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka
jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu. Misalnya:
1.35.20 jam (1 jam, 35
menit, 20 detik)
0.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
0.0.30 jam (30 detik)
5. Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di
antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya atau
tanda seru, dan tempat terbit. Misalnya: Siregar, Merari. 1920. Azab dan
Sengsara. Weltevreden: Balai Poestaka.
6.
a. Tanda titik dipakai untuk memisahkan
bilangan ribuan atau kelipatannya.Misalnya: Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
Gempa yang terjadi semalam menewaskan 1.231 jiwa.
6.b. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan
ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah. Misalnya: Ia lahir pada
tahun 1956 di Bandung.
Lihat halaman 2345 seterusnya.
7. Tanda titik tidak dipakai pada akhir
judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan
sebagainya. Misalnya:
Acara kunjungan Adam Malik Bentuk dan Kedaulatan
(Bab 1 UUD ’45) Salah Asuhan
8. Tanda titik tidak dipakai di belakang
(1) alamat pengirim dan tanggal suat atau (2) nama dan alamat surat. Misalnya:
Jalan Diponegoro 82
(tanpa titik)
Jakarta
(tanpa titik)
1 April 1985 (tanpa titik)
Yth. Sdr. Moh. Hasan (tanpa titik)
Jalan Arif 43 (tanpa titik)
Palembang
(tanpa titik)
Atau:
Kantor Penempatan Tenaga (tanpa titik)
Jalan Cikini 71 (tanpa titik)
Jakarta
(tanpa titik)
B.
Tanda Koma (,)
1. Tanda
koma dipakai diantara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
Misalnya:
Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
2. Tanda
koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara
berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi, atau melainkan. Misalnya:
Saya ingin datang, tetapi hari
hujan.
3.a. Tanda koma dipakai untuk memisahkan
anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului indukn
kalimatnya. Misalnya:
Kalau hari hujan, saya tida datang.
3.b.Tanda
koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika
anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya. Misalnya:
Saya tidak akan datang kalau hari hujan.
3. Tanda
koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang
terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi
pula, meskipun begitu, akan tetapi.
Misalnya:
…. Oleh karena itu, kita
harus berhati-hati.
4. Tanda
koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari
kata lain yang terdapat di dalam kalimat. Misalnya: O, begitu?, Wah, bukan
main!, Hati-hati, ya, nanti jatuh.
5. Tanda
koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
(Lihat juga pemakaian tanda petik, Bab V, Pasal L dan M.) Misalnya:
Kata ibu “Saya gembira sekali.”
6. Tanda
koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii)
tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis
berurutan. Misalnya: Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas
Kedokteran, Universitas Indonesia,
Jalan raya Salemba 6, Jakarta.
Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor.
Kuala Lumpur, Malaysia.
7. Tanda
koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar
pustaka. Misalnya:
Alisjahbana, Sutan
Takdir. 1949. Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 1 dan 2. Djakarta: Pustaka Rakjat.
8. Tanda
koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki. Misalnya: W.J.S.
Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-mengarang (Jogjakarta: UP
Indonesia, 1967), hlm. 4.
9. Tanda
koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya Untuk
membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga. Misalnya: B.
Ratulangi, S.E. , Ny. Khadijah, M.A.
10. Tanda
koma dipakai di muka angka persepuluh atau di antara rupiah dan sen yang
dinyatakan dengan angka. Misalnya: 12,5 m , Rp12,50
11. Tanda
koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
(Lihat juga pemakaian tanda pisah, Bab V, Pasal F.) Misalnya: Guru saya, Pak
Ahmad, pandai sekali.
12. Tanda
koma dapat dipakai―untuk menghindari salah baca―di belakang keterangan yang
terdapat pada awal kalimat. Misalnya: Dalam upaya pembinaan dan pengembangan
bahasa, kita memerlukan sikap yang sungguh-sungguh. Atas bantuan Agus, Karyadi
mengucapkan terima kasih.
13. Tanda
koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain
yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langung itu berakhir dengan tanda
tanya atau seru. Misalnya: “Di mana Saudara tinggal?” tanya Karim.
C.
Tanda Titik Koma (;)
1.
Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan
bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
Misalnya : Malam akan larut ; pekerjaan belum
selesai juga.
2. Tanda titik koma dapat dipakai sebagai
pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara dalam kalimat
majemuk.
Misalnya : Ayah mengurus tanamannya di kebun itu ; ibu sibuk
bekerja di dapur.
D. Tanda Dua Titik (:)
1.a. Tanda
titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti
rangkaian
b. Tanda titk dua tidak dipakai jika rangkaian
atau perian itu merupakan pelengkap yang mengkahiri pernyataan. Misalnya:Kita
memerlukan kursi, meja, dan lemari.
2. Tanda
titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
3. Tanda
titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku
dalam percakapan.
4. Tanda
titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara
bab dan ayat dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak judul suatu
karangan , serta (iv) di antara nama kota
dan penerbit buku acuan dalam karangan.
Misalnya:
Tempo,
I (34), 1971: 7
E. Tanda Hubung (-)
1. Tanda
hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian baris. Misalnya:
Di samping cara-cara lama itu juga cara yang baru
2. Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata
di belakangnya atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian
baris. Misalnya: Kini ada acara baru untuk mengukur panas. Kukuran baru ini
memudahkan kita mengukur kelapa. Senjata merupakan alat pertahananyang canggih.
Akhiran i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada
pangkal baris.
3. Tanda
hubung meyambung unsur-unsur kata ulang. Misalnya: Anak-anak, berulang-ulang,
kemerah-merahan
4. Tanda
hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal.
Misalnya:
8-4-1973
5. Tanda
hubung boleh dipakai untuk memperjelas (i) hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan,
dan (ii) penghilangan baian kelompok kata.
Misalnya:
ber-evolusi,
dua puluh lima-ribuan (20 x 5.000), tanggung jawab-dan kesetiakawanan-sosial
Bandingkan dengan: Be-revolusi, dua-puluh-lima-ribuan (1 x 25.000), tanggung
jawab dan kesetiakawanan sosial
6. Tanda
hubung dipakai untuk merangkai (i) se- dengan kata berikutnya yang dimulai
dengan huruf kapital, (ii) ke- dengan angka, (iii) angka dengan -an, (iv)
singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan
rangkap.
Misalnya:
se-Indonesia,
se-Jawa Barat, hadiah ke-2, tahun 50-an, mem-PHK-kan, hari-H, sinar-X; Menteri
Sekretaris Negara.
7. Tanda
hubung dipakai untuk merangkaikan unsure bahasa Indonesia dengan unsure bahasa
asing.
Misalnya:
di-smash,
pen-tackle-an
F. Tanda Pisah (―)
1. Tanda
pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun
kalimat.
Misalnya:
Kemerdekaan
bangsa itu―saya yakin akan tercapai―diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.
2. Tanda
pisah menegaskan adanya keterangan oposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat
menjadi lebih jelas.
Misalnya:
Rangkaian
temuan ini―evolusi, teori kenisbian, dan kini juga
pembelahan
atom―telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
3. Tanda
pisah dipakai di antara dua dilangan atau tanggal dengan arti ‘sampai dengan’
atau ‘sampai ke’.
Misalnya:
1910―1945
Tanggal
5―10 April 1970
Jakarta―Bandung
Catatan:
Dalam
pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa spasi
sebelum dan sesudahnya.
G. Tanda Elipsis (…)
1. Tanda
elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus.
Misalnya:
Kalau
begitu … ya, marilah kita bergerak.
2. Tanda
elipsis menunjukkan bahwa dalam satu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan.
Misalnya:
Sebab-sebab
kemerosotan … akan diteliti lebih lanjut.
Catatan:
Jika
bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai empat buah
titik; tiga buah titik untuk menandai penghilangan teks dan atu untuk menandai
akhir kalimat.
Misalnya:
Dalam
tulisan, tanda baca harus digunakan dengan hati-hati….
H. Tanda Tanya (?)
1. Tanda
tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
Misalnya:
Kapan
ia berangkat?
Saudara
tahu, bukan?
2. Tanda taya
dipakai dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan
atau yang kurang dapat membuktikan kebenarannya.
Misalnya:
Ia
dilahirkan pada tahun 1983 (?).
Uangnya
sebanyak 10 jta rupiah (?) hilang.
I. Tanda Seru (!)
Tanda
seru dipakai sesuda ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah
yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat.
Misalnya:
Alangkah
seramnya peristiwa itu!
Bersihkan
kamar itu sekarang juga!
Masakan!
Sampai hati juga ia meninggalkan anak-istrinya.
Merdeka!
J. Tanda Kurung ((…))
1. Tanda
kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Misalnya:
Bagian
Perencanaan sudah selesai menyusun DIK (Daftar Isian Kegiatan) kantor itu.
2. Tanda
kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.
Misalnya:
Sajak
Tranggono yang berjudul “Ubud” (nama yang terkenal di Bali)
ditulis pada tahun 1962.
Keterangan
itu (lihat Tabel 10) menunjukkan arus perkembangan baru dalam pasaran dalam
negeri.
3. Tanda
kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.
Misalnya:
Kata
cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain (a).
Pejalan
kaki itu berasal dari (kota) Surabaya.
4. Tanda
kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan.
Misalnya:
Factor
produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.
K. Tanda Kurung Siku ([…])
1. Tanda
kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau
tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu
menyatakan bahwa kesalahan atau ekurangan itu memang terdapat di naskah asli.
Misalnya:
Sang
Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.
2. Tanda
kurung siku menapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.
L. Tanda Petik (“…”)
1. Tanda
petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan daan nskah atau
bahan tertulis lain.
Misalnya:
“Saya
belum siap,” kata Mira, “tunggu sebentar!”
Pasal
36 UUD 1945 berbunyi, “Bahasa negara ialah bahasa Indonesia.”
2. Tanda
petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.
Misalnya:
Bacalah
“Bola Lampu” dalam buku Dari Suatu Masa dari Suatu Tempat.
Karangan
Andi Hakim Nasoetion yang berjudul “Rapor dan Nilai Prestasi di SMA” dimuat
dalam majalah Tempo.
Sajak
“Berdiri Aku” terdapat pada halaman 5 buku itu.
3. Tanda
petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti
khusus.
Misalnya:
Pekerjaan
itu dilaksanakan dengan cara “coba dan ralat” saja. Ia bercelana panjang yang
di kalangan remaja dikenal dengan nama “cutbrai”.
4. Tanda
petik penutup mengikuti tanda baca yang mengahkiri petikan langsung.
Misalnya:
Kata
Tono, “Saya juga minta satu.”
5. Tanda baca
penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang
mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat
atau bagian kalimat.
Misalnya:
Karena
warna kulitnya, Budi mendapat julukan “si Hitam”.
Bang
Komar sering disebut “pahlawan”; ia sendiri tidak tahu sebabnya.
Catatan:
Tanda
petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda petik itu ditulis
sama tinggi di sebelah atas baris.
M. Tanda Petik Tunggal (‘…’)
1. Tanda
petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Misalnya:
Basri, “Kau dengar bunyi ‘kring-kring’ tadi?”
“Waktu
kubuka pintu depan, kudengar teriak anakku, ‘Ibu, Bapak pulang’, dan rasa
letihku lenyap seketika,” ujar Pak Hamdan.
2. Tanda
petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan
asing. (Lihat pemakaian tanda kurung, Bab V, Pasal J.)
Misalnya:
feed-back
‘balikan’
N. Tanda Garis Miring (/)
1. Tanda
garis miring dipakai dalam nomor surat
dan nomormpada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua
tahun takwim.
Misalnya:
No.
7/PK/1973
Jalan
Kramat III/10
tahun
anggaran 1985/1986
2. Tanda gris
miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap.
Misalnya:
dikirimkan
lewat ‘dikirim lewt darat atau darat/laut lewat laut’ harganya Rp25,00/lembar
‘harganya Rp25,00 tiap lembar’ O. Tanda Penyingkat atau Apostrof Tanda
penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.
Misalnya:
Ali
‘kan
kusurati. (‘kan
= akan)
Malam
‘lah tiba. (‘lah = telah)
1
Januari ’88. (’88 = 1988)
Langganan:
Postingan (Atom)