ANALISIS RASIO KEUANGAN
PENGANTAR
Analisis rasio keuangan merupakan peralatan (tools) untuk memahami
laporan keuangan (khususnya neraca dan laba-rugi). Dalam hal ini, perlu
disadari bahwa analisis rasio keuangan bukanlah proses mekanisme membagi pos
dengan pos lain. Melainkan analisis yang membutuhkan pemahaman yang mendalam
mengenai berbagai aspek keuangan yang saling keterkaitan satu sama lain. Rasio
menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan (mathematical relationship)
antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain.
Analisis
rasio dapat digunakan untuk membimbing investor dan kreditor untuk membuat
keputusan atau pertimbangan tentang pencapaian perusahaan dan prospek di masa
datang. Salah satu cara pemrosesan dan penginterpretasian informasi akuntansi,
yang dinyatakan dalam artian relatif maupun absolut untuk menjelaskan hubungan
tertentu antara angka yang satu dengan angka yang lain dari suatu laporan
keuangan.
Analisis
rasio keuangan menggunakan data laporan keuangan yang telah ada sebagai dasar
penilaiannya. Meskipun didasarkan pada data dan kondisi masa lalu, analisis
rasio keuangan dimaksudkan untuk menilai risiko dan peluang di masa yang akan
datang. Pengukuran dan hubungan satu pos dengan pos lain dalam laporan keuangan
yang tampak dalam rasio-rasio keuangan dapat memberikan kesimpulan yang berarti
dalam penentuan tingkat kesehatan keuangan suatu perusahaan. Tetapi bila hanya
memperhatikan satu alat rasio saja tidaklah cukup, sehingga harus dilakukan
pula analisis persaingan-persaingan yang sedang dihadapi oleh manajemen
perusahaan dalam industri yang lebih luas, dan dikombinasikan dengan analisis
kualitatif atas bisnis dan industri manufaktur, analisis kualitatif, serta
penelitian-penelitian industri.
TEORI / KONSEP
A.1. Jenis Analisis
Ada tiga jenis analisis didalam analisis rasio
keuangan, yaitu diantaranya :
(1)
Analisis silang (cross-sectional) yang
membandingkan rasio dalam waktu (tahun) yang sama;
(2)
Analisis runtun waktu (time-series) yang
membandingkan rasio dalam waktu (tahun) yang berbeda;
(3)
Analisis gabungan (combined) yang
menyatukan kedua analisis sebelumnya.
Berikut kami
sajikan mengenai sebuah ilustrasi sederhana tentang perusahaan X beserta data
rata-rata industri dari jenis analisis rasio tersebut :
Perusahaan X Rata-rata Industri
Tahun 2006 10% 13%
Tahun 2007 12% 14%
Dalam hal ini perusahaan X pada
tahun 2006 memperoleh ROE (rasio laba) sebesar 10% dan pada tahun 2007 sebesar
12%. Untuk tahun yang disesuaikan diatas ROE rata-rata industri diperoleh
sebesar 13% dan 14%.
Apabila kita melakukan analisis
runtun waktu pada perusahaan X dapat dinyatakan bahwa kinerja membaik karena
naik dari 10% menjadi 12%. Jika kita melakukan analisis silang maka akan
diperoleh kinerja perusahaan justru tergolong buruk, karena ROE perusahaan konsisten lebih rendah dari pada rata-rata
industri. Untuk mengetahui analisis apa yang paling tepat mengenai ilustrasi
diatas ialah bahwa kita terlebih dahulu perlu melakukan analisis gabungan
sehingga diperoleh informasi yang lebih lengkap. Hasil analisis gabungan tersebut
memberikan informasi yang sangat jelas. Sekalipun perusahaan X mengalami
kenaikan ROE, kenaikannya ternyata dibawah rata-rata industri. Dengan demikian,
dapat diketahui bahwa kinerja perusahaan X tergolong buruk dan harus
diperbaikki pada tahun-tahun sebelumnya.
A. 2. Metode
Pendekatan Analisis Rasio Keuangan
1. Pendekatan Lintas Seksi (Cross
Sectional Approach). Yaitu cara mengevaluasi dengan jalan membandingkan
rasio-rasio antara perusahaan yang satu dengan perusahaan lainnya yang sejenis
pada saat bersamaan. Dengan cara ini dapat diketahui apakah perusahaan yang
bersangkutan berada di atas, berada pada rata-rata, atau berada dibawah
rata-rata industri.
2. Pendekatan Runtut Waktu (Time Series
Analysis) Yaitu cara mengevaluasi dengan jalan membandingkan rasio-rasio
finansial perusahaan dari satu periode ke periode lainnya. Dengan membandingkan
antara rasio-rasio yang dicapai saat ini dengan rasio-rasio dimasa lalu yang
dapat memperlihatkan apakah perusahaan mengalami kemajuan atau kemunduran.
Perkembangan perusahaan terlihat pada kecenderungan ''(trend)'' dari tahun ke
tahunnya, dan dengan melihat perkembangan ini perusahaan akan dapat membuat
rencana untuk masa depannya.
A. 3. Standar
Penilaian dalam Analisis Rasio
Dalam
hal ini terdapat empat macam standar dalam analisis rasio, yakni :
a)
Rata-rata industri, perusahaan membandingkan
rasionya dengan rasio rata-rata industri
b)
Perusahaan paling unggul, dalam hal ini
mungkin sulit untuk memperoleh data rata-rata industri yang lengkap. Dan untuk
mengatasinya sendiri dimana perusahaan perlu cukup membandingkan rasionya
dengan rasio perusahaan paling unggul dibidang yang sama.
c)
Data histories, dimana perusahaan
membandingkan rasionya dengan rasio tahun-tahun yang lalu.
d)
Anggaran serta realisasinya, perusahaan
membandingkan rasio berdasarkan anggaran (rencana) dengan realisasinya.
Apabila
dikaitkan kembali dengan jenis analisis dalam analisis rasio keuangan,
rata-rata industri dan perusahaan paling unggul masuk dalam kelompok analisa
silang, sedangkan data histories dan anggaran serta realisasinya masuk kedalam
kelompok analisa runtun waktu.
A. 4. Keterbatasan
Analisis Rasio Keuangan
1.
Rasio tersebut dibentuk dari data akuntansi dan data
ini dipengaruhi oleh cara penafsirannya dan bahkan dapat dimanipulasi.
2.
Seorang manajer keuangan harus berhati - hati dalam
penilaian apakah suatu rasio tertentu baik atau buruk dalam penilaian gabungan
tentang sebuah perusahaan, berdasarkan suatu kumpulan rasio - rasio.
3.
Kecocokan dengan rasio gabungan industri bukan suatu
jaminan bahwa perusahaan tersebut sedang berjalan normal dan dipimpin dengan
baik.
4.
Dalam menganalisa setiap rasio, angka - angka yang
diperoleh dan perhitungan tidak dapat berdiri sendiri. Rasio tersebut akan
berarti bila setidaknya satu dari dua hal ini dipenuhi 1) Adanya perbandingan
dengan perusahaan sejenis yang mempunyai tingkat risiko yang hampir sama; 2)
Adanya analisa kecenderungan (trend) dari setiap rasio pada tahun – tahun
sebelumnya.
5.
Pencapaian target sesuai dengan rata rata industri
tidak menunjukkan Kinerja perusahaan yang
baik. Kebanyakan perusahaan justru menginginkan tingkat yang lebih baik dari
rata - rata industri. Oleh karena itu lebih tepat jika difokuskan pada industry
leader's ratios.
B.
Aspek
Keuangan
Ada lima aspek
keuangan yang penting dianalisis, antara lain :
(1)
Likuiditas (liquidity), mengukur
kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban (utang) jangka pendek tepat pada
waktunya, termasuk melunasi bagian utang jangka panjang yang jatuh tempo pada
tahun bersangkutan.
(2)
Aktivitas atau aktiva (activity or asset), mengukur
kemampuan aktiva perusahaan didalam menghasilkan pendapatan (penjualan).
(3)
Utang (debt) atau solvabilitas (solvability)
atau leverage, mengukur dua hal, yakni ; (1) proporsi utang perusahaan yang
digunakan untuk membiayai investasi, dan (2) kemampuan perusahaan dalam
membayar utangnya (khususnya dalam jangka panjang).
(4)
Profitabilitas (profitability), mengukur
kesanggupan perusahaan didalam menghasilkan laba.
(5)
Nilai pasar (market value), mengukur
kinerja saham perusahaan di pasar modal.
C.
Rasio Keuangan dan Pengertiannya
C.1. Rasio
Likuiditas
Rasio lancar (current ratio-CR)
= Aktiva Lancar
Utang Lancar
Makin tinggi jumlah aktiva lancar (relative terhadap utang lancar) makin
tinggi rasio lancar, yang berarti pula makin tinggi tingkat likuiditas
perusahaan. Namun, apabila semakin tinggi rasio lancar (makin tinggi tingkat
likuiditas) makin tinggi pula jumlah kas yang tidak terpakai, yang pada
akhirnya justru akan menurunkan tingkat profitabilitas. Dengan demikian, selalu
ada pertukaran (trade-off) antara likuiditas dan profitabilitas.
Rasio
cepat (quick ratio / acid-test ratio – QR/ATR) =
Aktiva lancar – persediaan : Utang Lancar
Komponen aktiva lancar terdiri atas kas, surat
berharga jangka pendek, piutang usaha, persediaan, biaya dibayar dimuka, dan
perlengkapan. Selain kas dan surat berharga jangka pendek, hanya piutang usaha
dan persediaan yang masih mungkin dicairkan menjadi kas. Karena dua komponen
terakhir sesungguhnya bukan aktiva lancar yang dapat dicairkan kembali menjadi
kas.
Persediaan dikurangi aktiva lancar karena
persediaan dianggap komponen aktiva lancar yang tidak likuid (dibandingkan
piutang usaha) karena persediaan barang dagang umumnya dijual secara kredit dan
menjadi piutang usaha, kemudian menjadi kas setelah tertagih. Dalam hal ini
apabila persediaan relative lama terjualnya (perputaran persediannya rendah)
maka kita layak memakai rasio capat dibandingkan rasio lancar.
Rasio Kas (cash ratio – CsR) = Kas + Surat berharga jangka pendek
Utang
Lancar
Jika piutang usaha dinilai akan sulit tertagih (kredit
macet), komponen aktiva lancar yang benar-benar siap dicairkan hanyalah kas dan
surat berharga jangka pendek. Jadi, rasio kas mengukur likuiditas dari aktiva
lancar yang pasti dapat dicairkan menjadi kas. Bilamana persediaan diperkirakan
lama terjual dan piutang lama tertagih, kita sebaiknya menggunakan rasio kas
sebagai pengukur likuiditas, bukan rasio lancer atau rasio cepat.
C.2. Rasio Aktivitas atau Aktiva
Perputaran
persediaan (inventory turnover – ITO) =
Rumus awal perputaran persediaan sebenarnya adalah
penjualan dibagi persediaan. Apabila semakin tinggi nilai perputaran persediaan
rasio ini, maka semakin cepat barang dagangan yang laku terjual. Sebab semakin
cepatnya barang terjual, maka semakin cepat pula perusahaan akan mengalmi
kekurangan stok barang (stock-out).
Rata-rata
periode pengumpulan (average collection period – ACP) 2 =
Piutang
usaha : Penjualan Kredit /12 bulan (360 hari)
Rumus awal rata-rata periode pengumpulan untuk piutang
usaha adalah penjualan kredit dibagi piutang usaha, disebut perputaran piutang
usaha (account receivable turnover – ARTO). Serupa dengan ITO, jika
suatu perusahaan mempunyai ARTO sebesar 4 x, hal itu berarti lamanya piutang
usaha tertagih adalah 3 bulan (12 bulan / 4 x) atau 90 hari (360 hari / 4 x).
Dengan menggunakan ACP, kita akan langsung mendapatkan
jangka waktu penagihan piutang usaha dalam bulan atau harinya. Makin rendah ACP
makin cepat piutang usaha tertagih. Dalam jangka pendek rasio ini dapat
dikatakan baik, tetapi bisa berdampak buruk dalam jangka panjang.
Perputara
Aktiva Tetap ( fixed asset turnover - FATO ) =
Penjualan
Aktiva Tetap
Perputaran aktiva tetap yang makin
meningkat menunjukan bahwa aktiva tetap perusahaan makin produktif dalam
menghasilkan pendapatan (penjualan). Demikian juga sebaliknya. Namun, perlu di
ingat adanya pengaruh akumulasi penuyusutan pada aktiva tetap. Suatu aktiva
tetap selalu di nyatakan dalam nilai bersihnya ( harga perolehan di kurangi
akumulasi penyusutan ). Dengan demikian, aktiva tetap lama akan mempunyai
akumalasi penyusutan lebih besar
daripada aktiva tetap sehingga nilai bersih aktiva lama lebih kecil
daripada aktiva baru. Jika penjualanrelatif tetap, dengan nilai bersih yang
kecil, aktiva tetap lama akan memiliki FATO tinggi. Sebaliknya, aktiva tetap
baru justru mempunyai FATO rendah.
Perputaran
total aktiva ( total asset turnover - TATO ) =
Penjualan
Total
Aktiva
Penafsiran
atas TATO pada dasarnya sama dengan FATO
C.3. Rasio – rasio utang atau solvabilitas (
LEVERAGE )
Rasio
yang menunjukkan proporsi utang
Rasio
utang ( debt ratio/debt to total asset-DR/DAR) =
TOTAL UTANG
TOTAL AKTIVA
Utang pada prinsipnya akan
menguntungkan apabila perusahaan mampu memperoleh tingkat pengembalian
investasi yang melebihi tingkat bunga yang harus di bayarkan. Namun, perlu di
perhatikan bahwa tingkat pengembalian investasi yang akan di peroleh perusahaan
sangat bergantung pada kondisi ekonomi yang akan terjadi pada tahun – tahun
mendatang. Apabila kondisi ekonomi mendatang membaik, tingkat pengembaliaan
investasi juga cenderung meningkat sehingga perusahaan yang berutang akan mampu
membayar bunga dan pokok pinjamannya. Sebaliknya, jika ekonomi mendatang
memburuk perusahaan akan menderita kerugiaan besar, karena di turunnya
pendapatan, perusahaan harus membayar sejumlah beban tetap dari utangnya.
Rasio
pengganda utang keuangan ( financial leverage multiplier – FLM )3 =
TOTAL
TOTAL EKUITAS.
Sepintas rasio ini tampak tidak
berhubungan dengan utang karena baik pembilang maupun penyebutnya tidak
mengandung unsure utang. Apabila jumlah aktiva relative tetap , sementara utang
bertambah, ekuitas akan cenderung mengecil. Hal itu akan berakibat pada
meningkatnya rasio FLM. Serupa dengan DR, Film pun perlu ditafsirkan hati-hati
manakala menunjukkan angka rasio yang tinggi.
Rasio-rasio
yang menunjukkan kemampuan membayar utang atau membayar beban tetap ( dalam
jangka panjang )
Rasio
kemampuan membayar bunga ( time interest earned/TIE )4 =
EBIT
BEBAN BUNGA
Makin besar EBT terhadap beban bunga
maka makin meningkatnya TIE. Dengan dimikian perusahaan akan mampu membayar
beban bunganya. Sakalipun rasio utang tidak berubah (bahkan menurun), maka
dengan menurunnya TIE ini akan lebih mengkhawatirkan kreditor karena turunnya
TIE merupakan pertanda semakin rendahnya kemampuan perusahaan didalam membayar
utang.
Rasio
kemampuan membayar beban tetap (fixed charge converage ratio –FCC) =
EBIT
+ Pembayaran Sewaguna
Beban Bungan + Pembayaran Sewaguna
Dalam FCC ini perlu diperhatikan
pada beban tetap yang timbul dari sewaguna (leasing). Apabila EBIT dan
beban bunga relative tetap, pertambahan bahan tetap dari pembayaran sewaguna
akan cenderung memperkecil TIE. Dan apabila perusahaan menangung beban tetap
dari utang kontraktual dan sewaguna, maka untuk mengukur kemampuan pembayaran
utang perusahaan itu sebaiknya digunakan FCC (bukan TIE).
Rasio
pemenuhan arus kas (cashflow converage ratio – CC) =
EBIT + Pembayaran Sewaguna + Beban
Penjualan
B. Bunga plus pembayaran sewaguna +
Deviden saham Preferen + Pelunasan Utang
1
- % Pajak 1 - %
Pajak
Penambahan beban penyusutan pada
pembilang dimaksudkan untuk menyesuaikan laba (EBIT) menjadi arus kas.
Sementara itu, suku kedua dan ketiga pada penyebut menunjukkan pembayaran
deviden saham preferen dan pelunasan utang sebelum pajak. CC disini pada dasarnya
untuk mengukur kemampuan arus kas untuk pembayaran sejumlah beban tetap yang
berasal dari bunga utang kontraktual, sewwaguna, deviden saham preferen, dan
jumlah kas yang disisihkan untuk pelunasan utang jangka panjang (obligasi).
C.
4. Rasio-Rasio Profitabilitas
Rasio margin laba (profit margin
– PM) = Laba Bersih
Penjualan
Dengan meningkatnya rasio PM ini itu
dapat diidentifikasikan bahwa perusahaan mampu menghasilkan laba bersih yang
lebih tinggi dari aktivitas penjualannya. Apbila semakin tinggi tingkat
profitabilitasnya maka semakin rendah tingkat likuiditas suatu perusahaan, yang
berdampak pada kegagalan perusahaan didalm melunasi seluruh kewajiban jangka
pendeknya.
Rasio kemampuan dasar
menghasilkan laba (basic earning power ratio / operating return on total asset
OROA) = EBIT
Total Aktiva
EBIT merupakan laba murni hasil
operasi perusahaan yang belum dipengaruhi keputusan keuangan (utang) dan pajak.
Maka dari itu, OROA sejak awal dianggap sebagai alat pengukur laba yang bersumber
dari aktivitas investasi.
Tingkat pengendalian atas total
aktiva (return on asset - ROA) = Laba
Bersih
Total
Aktiva
ROA digunakan untuk mengukur
kemampuan perusahaan didalam menghasilkan laba yang berasal dari aktivitas
investasi.
Tingkat pengendalian atas total
ekuitas (return on equity – ROE) = Laba
bersih
Total
Ekuitas
ROE disini digunakan untuk mengukur
keberhasilan perusahaan didalam menghasilkan laba bagi para pemegang saham.
Oleh karena itu, ROE dianggap sebagai persentasi dari kekayaan pemegang saham
atau nilai perusahaan.
C.
5. Rasio-Rasio Nilai Pasar
Rasio harga / laba (price
earning ratio – P/E) = Harga
saham biasa perlembar
Laba
per lembar
Harga saham biasa adalah harga yang
berlaku dipasar (bursa saham) untuk suatu waktu tertentu. Sedangkan laba per
lembar merupakan laba bersih untuk para pemegang saham (laba bersih setelah
pajak dikurangi deviden saham preferen) dibagi jumlah saham biasa yang beredar
(yang diperjual belikan di bursa saham).
Apabila semakin tinggi rasio P/E
maka akan mengakibatkan semakin mahalnya harga suatu saham perusahaan (relative
terhadap laba per lembarnya). Kendati di satu sisi tingginya harga menunjukkan
tingginya nilai saham di mata investor, tetapi saham dengan rasio P/E yang
tinggi umumnya dihindari oleh para calon pembeli saham. Sebab dengan begitu
saham tersebut akan cenderung menurun harganya dalam waktu yang dekat.
Rasio
nilai pasar/nilai buku (market book ratio – M/B) =
Harga saham biasa per lembar
Nilai buku saham biasa per lembar
Perbedaan rasio M/B dengan rasio
P/E hanya terletak pada penyebut yang digunakan. Rasio M/B untuk mengukur harga
saham relative terhadap nilai buku ekuitasnya (saham biasa).
D.
Analisa DuPont
Untuk memahami keterkaitan antara rasio penting yang diperlukan analisis
lain, yang dikenal luas sebagai analisis DuPont. Dinamai demikian karena
analisis tersebut dikembangkan pertama kali oleh para eksekutif perusahaan
DuPont Amerika Serikat.
Perhatikan
keterkaitan rasio berikut :
ROA = PM x TATO Laba Bersih/Total Aktiva=(Laba
Bersih/Penjualan) x (Penjualan /Total Aktiva)
ROE = ROA x FLM Laba Bersih/Ekuitas = (Laba Bersih/Total
Aktiva) x (Total Aktiva/Total Ekuitas)
Atau ;
ROE = PM x TATO x FLM Laba Bersih/Ekuitas = (Laba Bersih/Penjualan
) x (Penjualan/Total Aktiva) x (Total Aktiva/Total Ekuitas)
Bagan Dasar
DuPont
PM
ROA
ROE TATO
FLM
Dalam hal ini kelima rasio utama diatas sesungguhnya merupakan
representative dari hal-hal penting dari keuangan perusahaan : ROE
mengungkapkan kekayaan pemegang saham atau nilai perusahaan ; ROA menunjukkan
keputusan investasi ; FLM (atau DR) menggambarkan keputusan keuangan ; PM
mencerminkan kemampuan perusahaan didalam menghasilkan laba dari aktivitas
operasi penjualan ; TATO mengungkapkan produktivitas aktiva perusahaan dalam
menghasilkan pendapatan.
E.
Manfaat dan Keterbatasan Analisis Rasio Keuangan
Ada tiga manfaat dari analisis rasio keuangan bagi tiga pihak berbeda
yaitu sebagai berikut :
v
Manajer berfungsi sebagai
peralatan analisis perencanaan dan pengendalian keuangan ;
v
Analis kredit perbankan berguna
untuk menilai kemampuan pemohon kredit didalam membayar utangnya;
v
Analis sekuritas berguna untuk
menilai kewajaran dan prospek harga sekuritas, termasuk untuk menentukan
peringkat utang jangka panjang.
Sekalipun bermanfaat, analisis rasio juga mengandung
keterbatasan, antara lain :
v
Sukar diterapkan pada perusahaan dengan
banyak devisi. Perusahaan yang besar dengan banyak devisi yang
berbeda-beda industrinya mungkin akan sulit menentukan perusahaan pembanding
yang tepat. Bahwa pada kenyataanya analisis rasio keuangan lebih mudah
diterapkan untuk perusahaan kecil dengan bidang usaha yang terbatas.
v
Inflansi dan metode akuntansi.
Dengan adanya inflasi, nilai buku yang tercatat dineraca dapat sangat
menyimpang dari nilai yang terjadi di pasar. Demikian pula perbedaan metode
akuntansi (misalnya dalam pencatatan persediaan) dapat memberikan nilai berbeda
bagi suatu perkiraan yang termuat dalam neraca. Dua hal itu perlu dicermati
meskipun sering agak susah mengatasinya apabila harus dilakukan analisis rasio
dalam waktu singkat.
v
Teknik merekayasa laporan keuangan
(Palsuan indah / window dressing). Jika tidak berhati-hati, penggunaan
laporan keuangan dapat saja terkecoh dnegan angka-angka pada laporan keuangan.
Menjelang tutup buku, perusahaan sengaja meminjam uang tunai untuk disimpan
beberapa hari sehingga akan menambah kas pada neraca dan menjadikan tingkat
likuiditas parusahaan tampak baik.
RINGKASAN
1)
jenis
analisis rasio adalah (1) analisis silang (waktu yang sama); (2) analisis
runtun waktu (waktu yang berbeda); (3) analisis gabungan (menyatukan analisis
yang pertama dengan yang kedua).
2)
Ada
2 jenis metode pendekatan analisis rasio keuangan yang diantaranya yaitu : (1)
Pendekatan lintas seksi (Cross Sectional Approach); (2) Pendekatan
runtun waktu (Time Series Analysis). Adapun standar penilaian dalam
analisis rasio keuangan yang meliputi : a) Rata-rata Industri ; b) Perusahaan
Paling unggul ; c) Data histories, dan d) Anggaran serta Realisasinya.
3)
Lima
aspek yang penting dianalisis mencangkup : (1) Likuiditas; (2) Aktivitas; (3)
Solvabilitas; (4) Profitabilitas; (5) Nilai pasar.
4)
Rasio
keuangan dapat dikelompokkan menjadi (1) rasio likuiditas (rasio lancer, rasio
cepat, rasio kas); (2) rasio aktivitas (perputaran persediaan, periode
pengumpulan piutang usaha, perputaran aktiva lancer); (3) rasio solvabilitas
(rasio utang, penggandaan utang (Leverage) keuangan, rasio kemampuan membayar
bunga rasio, kemampuan membayar beban tetap, rasio pemenuhan arus kas); (4)
rasio profitabilitas (rasio margin laba, rasi kemampuan dasar menghasilkan
laba, tingkat pengembalian atas total aktiva, tingkat pengembalian atas total
ekuitas); (5) rasio nilai pasar (rasi harga/laba, rasio nilai pasar/nilai
buku).
5)
Tujuan
utama analisis DuPont adalah memahami keterkaitan anatar rasio penting,
khususnya ROE, ROA, FLM, PM, dan TATO.
6)
Analisis
rasio keuangan sangatlah bermanfaat bagi manajer, analis kredit, dan analis
sekuuritas. Sekalipun demikian analisis rasio keuangan juga mengandung
kelemahan, anatara lain, sukar diterapkan untuk perusahaan dengan banyak
devisi, adanya pengaruh inflasi dan metode akuntansi yang berbeda dan tipuan
indah (window dressing).
DAFTAR PUSTAKA
Mardianto,
Handono. 2009. Intisari Manajemen Keuangan. Jakarta : Grasindo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.